PENYAKIT TUNGRO PADA TANAMAN PADI
1. Pengertian
Penyakit Tungro
Penyakit tungro merupakan salah satu kendala produksi padi
nasional karena kehilangan hasil yang diakibatkannya tinggi.Penyakit ini telah
menyebar hampir keseluruh Indonesia, terutama di daerah sentra produksi beras nasional
seperti di Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat, Sulawesi, dan Kalimantan
Selatan. Menurut Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan, luas tanaman
terinfeksi setiap tahunnya rata-rata mencapai 16.477 ha, dan yang rusak total
(puso) mencapai 1.027 ha selama periode 1996-2002.Dengan perkiraan kehilangan
hasil dari tanamanterinfeksi rata-rata 20%, tanaman puso 90%, hargagabah Rp
1200/kg,kerugian akibat penyakit tungromencapai Rp. 14,1 milyar.Pada saat
terjadi ledakan serangan nilai kerugian bisa melebihi dari perhitungan tersebut
diatas.Ledakan tungro sepuluh tahun terakhir ini terjadi di Kabupaten Klaten
pada tahun 1995 dengan luas tanaman terserang 12.340 ha, di Nusa Tenggara Barat
pada 1998 dengan luas serangan mencapai 15.000 ha.Disamping itu penyebaran
tungro di Jawa Barat terutama di dataran rendah Kabupaten Subang di Jalur
Pantai Utara (Jalur Pantura) semakin meluas.
Penyakit tungro disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda yaitu
virus bentuk batang Rice Tungro
Bacilliform Virus (RTBV) dan virus bentuk bulat Rice Tungro Spherical Virus (RTSV). Kedua jenis virus tersebut
tidak memiliki kekerabatan serologi dan dapat menginfeksi tanaman secara
bersama-sama. Virus tungro hanya ditularkan oleh wereng hijau (sebagai vektor) tidak
terjadi multiplikasi dalam tubuh wereng dan tidak terbawa pada keturunananya.
Sejumlah species
wereng hijau dapat menularkan virus tungro, namun Nephotettix
virescens merupakan wereng hijau yang paling efisien sehingga
perlu diwaspadai keberadaannya. Penularan virus tungro dapat terjadi apabila
vektor memperoleh virus setelah mengisap tanaman yang terinfeksi virus kemudian
berpindah dan mengisap tanaman sehat tanpa melalui periode
laten dalam tubuh vektor.
Klasifikasi biologi patogen penyebab penyakit tungro
adalah sebagai berikut :
Rice tungro
bacilliform virus (RTBV)
·Group : Group VII
(dsDNA-RT)
·Family:
Caulimoviridae
·Genus : Tungrovirus
·Species: Rice
tungro bacilliform virus
Rice tungro
spherical virus (RTSV)
·Group : Group
IV ((+)ssRNA)
·Family :
Sequiviridae
·Genus :
Waikavirus
·Species: Rice tungro spherical
virus
2.
Gejala
Serangan
Gejala penyakit tungro umumnya muncul kurang lebih seminggu
setelah inokulasi, dimulai dari adanya diskolorasi kekuningan pada ujung daun
muda, kemudian diikuti klorosis di antara vena daun. Tanarnan yang sakit parah
mcmpunyai anakan sedikit, pertumbuhan akar terhambat, sangat kerdil, dan
menghasilkan panikel yang kecil dengan bulir-bulir gabah kosong. Gejala
penyakit akan persisten pada varietas yang rentan, sedangkan pada varietas yang
agak tahan gejala tidak berkembang pada daun muda dan ada kecenderungan sehat
kembali.
Serangan tungro di suatu hamparan sawah pada umumnya terlihat
berkelompok, suatu indikasi bahwa waktu infcksi berbeda-beda. Sebaran tanaman
sakit yang mengelompok dapat menyebabkan hamparan tanaman padi terlihat seperti
bergelombang karena adanya perbedaan tinggi tanaman antara tanaman sehat dan
sakit. Pada varietas yang agak tahan, setelah petani memberikan tambahan pupuk
nitrogen, pertanaman padi yang semula sakit tampak seperti sembuh, menghijau
kembali dan memberikan harapan untuk memperoleh hasil panen, walaupun
sebenarnya virus-virus tungro masih tetap ada dan berkembang di dalamnya. Yang
sering terjadi pada varietas yang rentan, pertanaman tampak merana sampai waktu
panen atau sampai ada usaha sanitasi untuk menghilangkan sumber penyakit. Pada
kasus yang lain apabila pertanaman padi terhindar dan infeksi sampai umur dua
bulan, maka virus-virus rungro tidak akan mengakibatkan kerusakan tanaman dan
kehilangan hasil panen
Gambar 2.1 Penyakit Tungro pada
Padi
Gejala khas serangan Penyakit Tungro yaitu daun berwarna
kuning oranye (berbintik-bintik karat berwarna hitam) yang dimulai dari ujung
daun selanjutnya berkembang ke bagian bawah. Akibat serangan tungro, jumlah
anakan berkurang, tanaman kerdil serta malai yang terbentuk lebih pendek dan
banyak yang hampa,biasanya tinggi tanaman tidak merata. Tingkat berkurangnya
jumlah anakan dan kekerdilan tergantung pada saat infeksi dan ketahanan varietas.
Gejala lain yaitu terjadinya pemendekan jarak antara pangkal daun atau bahkan
berhimpitan atau kadang-kadang satu bidang sehingga terlihat seperti kipas.
Berikiut ini adalah gambar cirri khas penyakit tungro :
Gambar
2.3 Gejala Khas dilapangan
3.
Siklus
Penyakit Tungro
Sumber inokulum penyakit tungro terdapat pada tanaman padi,
singgang serta rumput-inang yang sakit. Serangga penular virus tungro
menularkan virus secara non persisten. Serangga penular penyakit tungro
terutama adalah wereng hijau dari spesies Nephotetix virescens
dan N. nigropictus.
Gambar 3.1 Wereng Hijau
Serangga penular penyakit virus tungro menularkan penyakit
tersebut secara non persisten. Masa inkubasi dalam tanaman adalah 6 – 9
hari. Serangga dapat menularkan virus dengan segera dalam waktu 2 jam
setelah memperoleh virus dan mempertahankan dalam tubuhnya selama tidak lebih
dari 5 hari. Setelah masa itu, serangga menjadi tidak infektif lagi.
Kembali menjadi infektif setelah menghisap tanaman sakit. Nimfa wereng hijau
dapat menularkan virus, tetapi infektif setelah ganti kulit. Virus
tidak dapat ditularkan melalui telur serangga maupun melalui biji, tanah, air
dan secara mekanis (pergesekan antara bagian tanaman sakit dengan yang sehat).
Gambar 3.2 Siklus Penularan
Penyakit Tungro
Infeksi tungro dapat terjadi mulai persemaian.
Pada stadium ini tanaman sangat rentan terhadap infeksi virus. Apabila
infeksi terjadi pada stadium persemaian maka gejala tungro akan terlihat pada
tanaman umur 2-3 minggu setelah tanam (mst). Tanaman muda yang terinfeksi
akan merupakan sumber infeksi di lapangan.
4.
Perkembangn
Tungro
Populasi
awal imago wereng hijau (migran) mulai menginfestasi tanaman berumur ± 2
mst. Selanjutnya generasi yang menginfestasi tanaman muda disebut G0,
generasi berikutnya generasi G1 dan seterusnya. Puncak kepadatan populasi
tertinggi lebih sering
terjadi pada pertengahan fase pertumbuhan tanaman.
Gambar
4.1 Skema Dinamika Populasi N.virescens dan Perkembangan Penyakit
Tungro
Meskipun
kepadatan populasi vektor di lapangan umumnya rendah, tetapi karena kemampuan
vektor untuk menyebar relatif tinggi, maka apabila terdapat sumber infeksi,
penyakit tungro dapat cepat meluas terutama pada pola tanam padi yang
tidak serempak.
5.
Pengendalian
penyakit
Pada prinsipnya penyakit tungro tidak dapat dikendalikan
secara langsung artinya, tanaman yang telah terserang tidak dapat
disembuhkan.Pengendalian bertujuan untuk mencegah dan meluasnya serangan serta
menekan populasi wereng hijau yang menularkan penyakit. Mengingat banyaknya
faktor yang berpengaruh pada terjadinya serangan dan intensitas serangan, serta
untuk mencapai efektivitas dan efisiensi, upaya pengedalian harus dilakukan
secara terpadu yang meliputi :
1.
Waktu tanam tepat
Waktu
tanam harus disesuaikan dengan pola fluktuasi populasi wereng hijau yang sering
terjadi pada bulan-bulan tertentu.Waktu tanam diupayakan agar pada saat
terjadinya puncak populasi, tanaman sudah memasuki fase generatif (berumur 55
hari atau lebih).Karena serangan yang terjadi setelah masuk fase tersebut tidak
menimbulkan kerusakan yang berarti.
2.
Tanam serempak
Upaya
menanam tepat waktu tidak efektif apabila tidak dilakukan secara serempak.
Penanaman tidak serempak menjamin ketersediaan inang dalam rentang waktu yang
panjang bagi perkembangan virus tungro, sedangkan bertanam serempak akan
memutus siklus hidup wereng hijau dan keberadaan sumber inokulum. Penularan
tungro tidak akan terjadi apabila tidak tersedia sumber inokulum walaupun
ditemukan wereng hijau, sebaliknya walaupun populasi wereng hijau rendah akan
terjadi penularan apabila tersedia sumber inokulum.
3.
Menanam varietas tahan
Menanam
varietas tahan merupakan komponen penting dalam pengendalian penyakit
tungro.Varietas tahan artinya mampu mempertahankan diri dari infeksi virus dan
atau penularan virus oleh wereng hijau.Walaupun terserang, varietas tahan tidak
menunjukkan kerusakan fatal, sehingga dapat menghasilkan secara normal.
Sejumlah varietas tahan yang dianjurkan untuk daerah NTB antara lain: Tukad
Patanu, Tukad Unda, Bondoyudo dan Kalimas. IR-66, IR-72 dan IR-74.Sejumlah
varietas Inpari yang baru dilepas juga dinyatakan tahan tungro. Hasil
penelitian di daerah endemis membuktikan Tukad Unda cukup tahan dengan
intensitas serangan 0,0%-9,14% sedangkan varietas peka IR-64 berkisar
16,0%-79,1%. Penelitian di Lanrang Sulawesi Selatan juga menunjukkan daya tahan
Tukad Patanu terhadap tungro dengan intensitas serangan 18,20% sedangkan
varietas peka Ciliwung mencapai 75,7%.
4.
Memusnahkan (eradikasi) tanaman terserang
Memusnahkan
tanaman terserang merupakan tindakan yang harus dilakukan untuk menghilangkan
sumber inokulum sehingga tidak tersedia sumber penularan. Eradikasi harus
dilakukan sesegera mungkin setelah ada gejala serangan dengan cara mencabut
seluruh tanaman sakit kemudian dibenamkan dalam tanah atau dibakar. Pada
umumnya petani tidak bersedia melakukan eradikasi karena mengira penyakit bisa
disembuhkan dan kurang memahami proses penularan penyakit. Untuk efektifitas
upaya pengendlian, eradikasi mesti dilakukan diseluruh areal dengan tanaman
terinfeksi, eradikasi yang tidak menyeluruh berarti menyisakan sumber inokulum.
5.
Pemupukan N yang tepat
Pemupukan
N berlebihan menyebab-kan tanaman menjadi lemah, mudah terserang wereng hijau
sehingga memudahkan terjadi inveksi tungro, karena itu penggunaan pupuk N harus
berdasarkan pengamatan dengan Bagan Warna Daun (BWD) untuk mengetahui waktu
pemupukan yang paling tepat. Dengan BWD, pemberian pupuk N secara
berangsur-angsur sesuai kebutuhan tanaman sehingga tanaman tidak akan menyerap
N secara berlebihan.
6.
Penggunaan pestisida
Penggunaan
pestisida dalam mengendalikan tungro bertujuan untuk eradikasi wereng hijau
pada pertanaman yang telah tertular tungro agar tidak menyebar ke pertanaman
lain dan mencegah terjadinya infeksi virus pada tanaman sehat. Penggunaan
insektisida sistemik butiran (carbofuran) lebih efektif mencegah penularan
tungro. Mengingat infeksi virus dapat terjadi sejak di pesemaian, sebaiknya
pencegahan dilakukan dengan antara lain tidak membuat pesemaian di sekitar
lampu untuk menghindari berkumpulnya wereng hijau di pesemaian dan menggunakan
insektisida confidor ternyata cukup efektif. Insesektisida hanya efektif
menekan populasi wereng hijau pada pertanaman padi yang menerapkan pola tanam
serempak. Karena itu pengendalian penyakit tungro yang sangat berbahaya akan
berhasil apabila dilakukan secara bersama-sama dalam hamparan relatif luas,
utamakan pencegahan melalui pengelolaan tanaman yang tepat (PTT) untuk
memperoleh tanaman yang sehat sehinga mampu bertahan dari ancaman hama dan
penyakit.
Permasalahan mengenai penyakit tungro harus lebih diperhatikan oleh peneliti bidang pertanian, juga oleh petani.Karena apabila penyakit ini diabaikan maka panen padi yang diharapkan dapat hilang karena padi terserang penyakit tungro.Menurut saya harus ada Varietas baru yang tahan dengan serangan wereng hijau maupun serangan penyakit tungro. Selain itu petani harus pintar dalam mengendalikan penyakit tungro sedini mungkin, ketika timbul gejala serangan, petani langsung tanggap dan langsung mengatasi masalah/serangan OPT tersebut.
Mohon maaf sumbernya darimana saja saya lupa :D
Permasalahan mengenai penyakit tungro harus lebih diperhatikan oleh peneliti bidang pertanian, juga oleh petani.Karena apabila penyakit ini diabaikan maka panen padi yang diharapkan dapat hilang karena padi terserang penyakit tungro.Menurut saya harus ada Varietas baru yang tahan dengan serangan wereng hijau maupun serangan penyakit tungro. Selain itu petani harus pintar dalam mengendalikan penyakit tungro sedini mungkin, ketika timbul gejala serangan, petani langsung tanggap dan langsung mengatasi masalah/serangan OPT tersebut.
Mohon maaf sumbernya darimana saja saya lupa :D
0 komentar:
Posting Komentar